4 Jenderal Belanda yang tewas selama perang Aceh Menu Sejarah Manusia

"Perhatikan Masa Lalu mu, untuk hari esok mu"

Post Top Ad

Tuesday 14 February 2017

4 Jenderal Belanda yang tewas selama perang Aceh


Tidak ada pasukan Diponegoro atau Sentot, baik orang-orang Padri yang fanatik maupun rombongan orang-orang Bali atau massa berkuda orang-orang Bone, seperti yang pernah diperagakan oleh para pejuang Aceh yang begitu berani dan tak takut mati menghadapi serangan, yang begitu besar menaruh kepercayaan pada diri sendiri, yang sedemikian gigih menerima nasibnya, yang cinta kemerdekaan, yang bersikap sedemikian fanatik seolah-olah mereka dilahirkan untuk menjadi gerilyawan bangsanya. Oleh sebab itu perang Belanda di Aceh akan tetap menjadi sumber pelajaran bagi pasukan kita. Dan karena itu pula saya menganggap tepat sekali jika jilid III atau terakhir sejarah perang (Belanda di Hindia Belanda) itu seluruhnya saya peruntukkan guna menguraikan peperangan di Aceh.

Namun dari semua pemimpin peperangan kita yang pernah bertempur di setiap pelosok kepulauan kita ini, kita mendengar bahwa tidak ada satu bangsa yang begitu gagah berani dan fanatik dalam peperangan kecuali bangsa Aceh; wanita-wanitanya pun mempunyai keberanian dan kerelaan berkorban yang jauh melebihi wanita-wanita lain , kutipan Letnan Kolonel infantri purnawirawan G.B. Hooijer.

Perang Aceh melawan belanda yang hampir seperempat abad membawa duka bagi kedua belah pihak, dari pasukan aceh dan serdadu belanda. Bagi belanda perang aceh merupakan sejarah perang paling kelam dalam catatan sejarah mereka, bahkan empat diantara jenderal yang pernah menginjak kakinya ke tanah rencong tewas baik karena perang langsung atau beban mental dan bahkan meninggal mendadak, berikut empat jenderal belanda yang tewas selama perang aceh.



1. Johan Harmen Rudolf Köhler


Köhler terbunuh dalam Perang Aceh I pada tanggal 14 April 1873 selama inspeksi setelah menduduki kembali Masjid Raya Baiturrahman yang sebelumnya sempat dikuasai oleh pejuang Aceh. Saat itu ia terkena peluru tepat di jantungnya. Mayatnya dibawa ke Singapura dengan kapal uap Koning der Nederlanden dan dimakamkan di Pemakaman Tanah Abang, Batavia dengan penghormatan militer (pada tahun 1976 pemakaman tersebut digusur dan setelah 2 tahun terkatung-katung di Kedutaan Besar Belanda akhirnya mayat Köhler dimakamkan di Kerkhoff, Banda Aceh atas usul Gubernur Aceh saat itu, Abdullah Muzakir Walad). Kedudukannya sebagai panglima tertinggi dalam ekspedisi pertama digantikan oleh Kol. E.C. van Daalen.

Untuk menandai peristiwa tewasnya Kohler, pada tanggal 14 Agustus 1988, pemerintah Aceh dengan gubernurnya Ibrahim Hasan membuat sebuah monumen peringatan di tempat tewasnya Kohler yaitu di bawah pohon kelumpang di depan Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

2. Johannes Ludovicius Jakobus Hubertus Pel



Johannes Ludovicius Jakobus Hubertus Pel (lahir di Maastricht, Belanda, 10 Januari 1823 – meninggal di Aceh Besar, Kesultanan Aceh, 23 Februari 1876 pada umur 53 tahun) adalah tokoh militer Belanda yang menjadi komandan di Kutaraja (pusat pertahanan) di bawah Jend. Jan van Swieten yang kemudian menggantikannya sebagai mayor jenderal. Setelah itu Pel diangkat sebagai penguasa sipil dan militer di Aceh.

Setelah kekalahan yang dialami May. Joost Hendrik Romswinckel dalam Perang Aceh Kedua, pasukan Belanda pulang ke Batavia (sekarang Jakarta) pada tanggal 26 April 1874. Tinggallah Jend. Pel yang berada dalam posisi sulit karena harus mengurusi keadaan pasukan yang amburadul dan morilnya menurun. Di samping tewas akibat perang, banyak juga yang tewas akibat penyakit tropis dan kolera. Di samping itu, akses ke laut juga terhambat karena cuaca buruk, kuburan-kuburan Belanda diobrak-abrik oleh pejuang-pejuang Aceh. Belum lagi serangan malam oleh pejuang Aceh.

3. Henry Demmeni


Henry Demmeni lahir pada 5 September 1830 di Mulhouse, mengawali karirnya di Aceh sebagai Gubernur Sipil dan Militer Aceh pada tahun 1884. Ketika demmeni menjabat sebagai gubernur kawasan Aceh sedang pecah perang dengan semangat prang sabi yang dikumandangkan Teungku Chik Ditiro hingga satu persatu benteng berhasil dikuasi pejuang aceh. Belanda akhirnya terjepit di sekitar kota Banda Aceh dengan mempergunakan taktik lini konsentrasi (concentratie stelsel) yaitu membuat benteng yang mengelilingi wilayah yang masih dikuasainya.

Ditambah peristiwa pengkhianatan Teuku Umar dan penyerangan dan penyanderaan kapal Nicero dan Hoc Conton di Teunom. Demmeni yang sedang bingung mengutus teuku umar untuk membebaskan kapal dan sandra Kapal Nicero milik Inggris di teunom, tapi yang terjadi sebaliknya dimana teuku umar menghabisi 32 pasukan belanda yang ikut bersamanya dengan kapal bengkulen dan bergabung dengan raja teunom.

Belanda sangat tercuncang dengan peristiwa itu. Akhirnya, Belanda terpaksa membayar tuntutan Raja Teunom. Pada 10 September 1884, kapal Nicero dan 18 orang awak kapal dibebaskan dengan uang tebusan 10.000 dolar.

Dengan kekalahan dan peristiwa-peristiwa besar yang dialaminya, Tahun 1886 demmeni diserang demam tinggi tejangkit penyakit parah hingga tidak bisa bergerak, pada akhirnya demmeni mengundurkan diri dari jabatannya untuk berobat ke Paya Kumbuh Sumatera Barat, sebelum sampai ke Rumah Sakit Demmeni meninggal.

4. Jan Jacob Karel de Moulin




Jan Jacob Charles Moulin ( Maastricht , 13 Desember 1845 – Kota Raja , 8 Juli 1896 ) Berpangkat Mayor Jenderal pada tanggal 21 Juni 1896 diangkat sebagai Gubernur Sipil dan Militer di Aceh dan Dependensi. Selama 18 hari menjabat moulin dikabarkan belanda meninggal mendadak pada tanggal 8 Juli 1896 di kota raja.



No comments:

Post a Comment

Post Top Ad