Faktor Israel dalam Perang Suriah (Rencana A Amerika Serikat – Israe) Menu Sejarah Manusia

"Perhatikan Masa Lalu mu, untuk hari esok mu"

Post Top Ad

Wednesday, 11 February 2015

Faktor Israel dalam Perang Suriah (Rencana A Amerika Serikat – Israe)


Lebih dari dua setengah tahun, netralitas Israel diakui dalam konflik Suriah, sementara Amerika Serikat dengan retorika yang digembar-gemborkan mendesak "perubahan rezim" di Damaskus, namun tiba-tiba terhenti sebelum terlaksana dan membuka selubung, ternyata faktor Israel telah ada di sepanjang konflik yang merupakan perhatian dari kedua negara.

Semua media dan fokus politik mereka terhadap "demokrasi vs kediktatoran" serta intervensi masyarakat internasional atas dasar "tanggung jawab untuk melindungi – “responsibility to protect" untuk mencegah memburuknya "krisis kemanusiaan" di Suriah, sebenarnya hanyalah fokus yang dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian terhadap pendapat publik dunia yang jauh dari tujuan mereka sebenarnya, yaitu untuk menjaga keamanan Israel.

"Rencana A" mereka adalah untuk memaksakan perubahan rezim di Suriah sebagai "hadiah besar" mereka dan menggantinya dengan rezim lain yang kurang mengancam, dan lebih bersedia untuk mencapai "perjanjian damai" dengan Israel, dan ketika gagal seperti apa yang terjadi dalam perkembangan saat ini, kemudian "Rencana B" mereka mengejar "hadiah kecil" dengan melucuti senjata kimia dan senjata biologi pemusnah massal Suriah, dalam rangka menghilangkan ancaman terhadap gudang besar nuklir Israel sebagai pencegahan defensif strategis, "Rencana A" mereka terbukti gagal, tapi "Rencana B" mereka berhasil.

Namun, faktanya bahwa krisis kemanusiaan Suriah terus berlanjut dengan hebat, pertempuran tidak berhenti, sementara Amerika Serikat secara bertahap datang untuk berdamai dengan sekutu utama Suriah, Rusia dan Iran, sebagai awal untuk mengakui "legitimasi" dari status quo di Suriah, sebagai fakta bahwa walau ditutup-tutupi tetap saja kredibilitas keterlibatan Amerika Serikat jelas di dalam konflik.



Presiden Barak Obama, menyampaikan pesan kepada Majelis Umum PBB pada 24 September lalu, dengan pembenaran seperti ini : "Mari kita ingat bahwa ini bukan usaha zero-sum (menunjukkan unsur teori permainan di mana jumlah yang hilang selalu sama dengan jumlah yang dicapai). Kita tidak lagi berada dalam Perang Dingin. Tidak ada permainan yang bagus untuk dimenangkan, juga Amerika tidak memiliki kepentingan di Suriah melampaui kesejahteraan rakyatnya, stabilitas negara tetangga, penghapusan senjata kimia, dan memastikan bahwa negara itu tidak menjadi safe haven (daerah dekat zona tempur yang dipertahankan sebagai bebas dari serangan) teroris. Saya menyambut pengaruh semua bangsa yang dapat membantu mewujudkan resolusi damai."

Perubahan dan pergeseran arah kebijakan politik Amerika Serikat menghilangkan keraguan yang tersisa bahwa Amerika Serikat pernah peduli tentang orang-orang Suriah dan apa yang disebut Obama sebagai "kesejahteraan" mereka.

Amerika Serikat mengumumkan komitmen "solusi politik" melalui co-sponsor dengan Rusia dengan menyelenggaraan konferensi "Geneva-2", dikompromikan dengan ketidakmampuan untuk mempersatukan, bahkan terhadap "oposisi" yang diciptakan dan disponsori oleh Amerika Serikat sendiri, dan "Teman Suriah" mengendalikan serta menggiring, terus memicu konflik bersenjata dengan pasokan senjata, uang dan logistik dari wilayah Turki dan negara-negara Teluk sekutu Arab, yang mengacaukan setiap solusi politik dan menjadikan penyelenggaraan konferensi "Geneva - 2" dipertanyakan setiap orang.

"Hukuman" Israel
Sementara itu, netralitas Israel sendiri telah dibatalkan oleh Presiden Shimon Peres.
Berbicara pada peringatan ke-40 atas tewasnya sekitar tiga ribu tentara Israel dalam perang 1973 dengan Suriah dan Mesir, Peres mengyatakan bahwa tak terbantahkan lagi negaranya yang menjadi penerima manfaat utama dari konflik Suriah.

Peres mengatakan : "Hari ini" Presiden Suriah Basher al - Assad "dihukum karena penolakannya untuk berkompromi" dengan Israel dan "rakyat Suriah membayarnya untuk itu."
Ketika perkembangan terbaru terlihat semakin jelas bahwa tidak akan ada "perubahan rezim" di Suriah, juga tidak akan ada "Day After" setelah – Assad, dan bahwa penjamin utama kelangsungan hidup Israel yaitu Amerika Serikat telah dibuat, atau akan dibuat, "perubahan-U-turn" dalam kebijakan vis-à-vis konflik Suriah untuk mengecualikan solusi militer "tidak dapat diterima," dalam kata-kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry pada 6 Oktober ini, Israel tidak sabar dan tidak bisa menyembunyikan lagi faktor Israel dalam konflik.

Pada 17 September lalu, berita utama laporan mereka berjudul, "Dalam mengubah publik, Israel menyerukan jatuhnya Assad," mengutip sebuah laporan yang diterbitkan oleh harian Israel, Jerusalem Post, yang mengutip Duta Besar Israel untuk Amerika Serikat, Michael Oren, mengatakan : "Kami selalu ingin Bashar Assad untuk pergi, kami lebih suka memilih orang-orang jahat yang tidak didukung oleh Iran daripada orang-orang jahat yang didukung oleh Iran."

"Bahaya terbesar bagi Israel adalah strategi busur yang membentang dari Teheran–Damaskus-Beirut. Dan kami melihat rezim Assad sebagai kunci dari busur itu, "tambah Oren.

Dan itulah sesungguhnya inti dari konflik di Suriah : Dalam membongkar strategi "busur" telah di lakukan selama terjadinya konflik melalui strategi yang diumumkan Amerika Serikat dan dipimpinnya dengan apa yang disebut sebagai "Friends of Suriah," yang juga adalah teman Israel.

Tujuan dari strategi ini dalam seluruh konflik adalah untuk mengubah rezim, apa yang disebut Oren Suriah sebagai "keystone dari busur itu," yang didukung oleh pemerintah pro - Iran di Irak maupun oleh gerakan pembebasan Palestina yang menolak, wilayah Palestina lebih dari enam dekade dalam pendudukan militer Israel, atau menguras sumber daya Suriah, infrastruktur dan kekuasaan hingga ia tidak memiliki pilihan lain, kecuali memilih untuk menurut tanpa syarat, namun dengan syarat- syarat Israel dan kondisi apa yang disebut oleh Peres sebagai "kompromi" dengan Israel sebagai prasyarat untuk dikembalikannya wilayah Suriah yang diduduki Israel, yaitu Dataran Tinggi Golan.

Syria the Odd Number
Tujuan strategis ini adalah smoke-screened (Suatu tindakan atau pernyataan yang digunakan untuk menyembunyikan rencana aktual atau niat sebenarnya) dengan menggambarkan konflik pertama-tama sebagai salah satu pemberontakan rakyat, kemudian berubah menjadi pemberontakan bersenjata melawan kediktatoran sebagai sektarian "perang sipil," ketiga sebagai perang tanding proxy Arab-Iran, Sunni-Syiah yang dipisahkan sejarah, keempat sebagai wilayah pertempuran dari pertentangan regional dan geopolitik internasional, namun faktor Israel merupakan inti dari seluruh konflik.

Kalau tidak kenapa "Friends of Suriah and Israel" yang dipimpin Amerika Serikat peduli terhadap rezim yang berkuasa di negara yang tidak melimpah hasil minyak dan gasnya, yang berulang kali diucapkan sebagai "free" flow kepentingan "vital" Amerika Serikat, atau apa yang Obama sampaikan dalam pidatonya di PBB disebutnya sebagai negara "kepentingan inti," keamanan Israel merupakan sesuatu yang "vital" lainnya atau "inti", yang dalam kata-katanya, "Amerika Serikat siap untuk menggunakan semua elemen kekuatan, termasuk kekuatan militer untuk mengamankan."

Berakhirnya Perang Dingin membuka "jendela kesempatan" untuk membuat perjanjian perdamaian Mesir-Israel, menurut sebuah studi oleh Universitas Oslo pada tahun 1997. Sebuah perjanjian damai telah ditandatangani antara Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dengan negara Yahudi pada tahun 1993, diikuti oleh perjanjian perdamaian Israel-Yordania pada tahun yang sama. Selama invasi ke Lebanon pada tahun 1982, Israel gagal mencoba untuk memaksakan kepada Libanon perjanjian serupa, tapi sejak saat itu tidak ada "pengaruh" Suriah, karena digagalkan dan tercegah setiap ada perkembangan seperti itu.




Suriah tetap terasing dalam perdamaian Arab - membuat lajur sekitar Israel, tidak ada perdamaian komprehensif yang dimungkinkan tanpa Suriah, Damaskus memegang kuncinya, bahkan untuk kelangsungan hidup Palestina, Yordania dan Mesir melakukan perjanjian damai dengan Israel. Suriah tidak akan menyerahkan kunci ini tanpa penarikan mundur Pasukan Pendudukan Israel (IOF-Israeli Occupation Forces) dari wilayah Suriah dan Arab lainnya dan penyelesaian maslah Palestina dengan "adil.”

Ini telah menjadi strategi nasional Suriah jauh sebelum partai Baath Pan - Arab dan dinasti al-Assad berkuasa.

Oleh karena itu, "Rencana A" Amerika Serikat dan Israel akan tetap agendanya terhadap kedua negara, menanti suasana geopolitik yang lebih terbuka.
Nicola Nasser adalah seorang jurnalis veteran Arab yang tinggal di Birzeit, Tepi Barat wilayah Palestina yang diduduki Israel.

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad