Motif Komunikasi dalam Literasi Film “Filosofi Kopi” Menu Sejarah Manusia

"Perhatikan Masa Lalu mu, untuk hari esok mu"

Post Top Ad

Wednesday, 28 September 2016

Motif Komunikasi dalam Literasi Film “Filosofi Kopi”



        Motif komunikasi adalah sebab-sebab manusia menyampaikan pesan kepada orang lain.  Dengan berprinsip pada pada paradigma ketiga dimana kajian komunikasi mengandung unsur kesengajaan. Namun karena manusia terdiri dari alam sadar dan tidak sadar, jadi derajat kesengajaannya sulit di tentukan. Manusia menyampaikan pesan karena memilki motif. Hanya saja ada motif-motif yang disadari karena berada dari alam bawah sadar dan karenanya bersifat proaktif, relatif terencana. Namun terdapat motif-motif komunikasi yang tidak di sengaja datang dari alam bawah sadar, yang muncul seketika, reaktif, dan relatif tidak terencana. Sebab itulah setiap perilaku memilki potensi komunikasi, walaupun tidak semua tingkah laku manusia berujung komunikasi. Dalam hal ini film “Filosofi Kopi” juga syarat akan motif komunikasi. 
Paradigma 1, 2, dan 3 sepakat bahwa objek kajian mereka adalah penyampaian pesan antar manusia. Kepada makhluk selain manusia, bukan merupakan objek kajian ilmu komunikasi karena mencederai kriteria objek materianya. Jadi, ketiganya sependapat bahwa yang dikaji hanyalah penyampaian pesan antarmanusia. Mereka pun sepakat bahwa tanpa pesan, tidak ada komunikasi dan tidak ada objek kajian ilmu komunikasi. Setiap tingkah laku manusia dapat dimaknai pesan. Tapi, tidak semua tingkah laku manusia adalah pesan, karena menurut paradigma 3, pesan adalah segala penggunaan akal budi manusia yang disampaikan untuk mewujudkan motif komunikasi. Hakikatnya, pesan adalah sifatnya abstrak.
            Film Filosofi Kopi besutan sutrada ternama Angga Sasongko mendapat apresiasi yang luar biasa. Pasalnya film yang dirilis 09 April 2015 itu mendapat banyak penghargaan, salah satunya Best Ensemble Performance di World Premieres Film Festival 2015 di Manila, Filipina. Film yang diadaptasi dari novelis terkenal Dewi Eka Lestari yang akrab disapa DEE, menceritakan seorang anak petani kopi yang bernama Ben yang lahir dan tumbuh di perkebunan kopi. Menginjak umur 12 tahun, karena suatu permasalahan Ben pergi meninggalkan orang tuanya dan bertemulah ia dengan Jody yang menjadi sahabatnya. Setelah dewasa, mereka membangun kedai kopi yang  bernama “Filosofi Kopi”.  
            Dewasa ini pada umumnya masyarakat Indonesia, menjadikan kopi sebagai minuman pendamping saat santai. Tapi sedikit masyarakat Indonesia yang paham filosofi dari kopi yang ia minum. Bagaimana diungkapkan pada awal film dimana Ben seorang barista menjelaskan kepada seorang pelanggannya filosofi dari kopi tubruk. “Kopi tubruk adalah kopi yang sederhana, tapi apabila kita mengenal lebih dalam dia akan sangat memikat. Sedangkan kopi capucino bermakna genit karena capucino di buat dengan seanggun munkin, dan dengan ketebalan berisisi. Karena copucino cocok bagi orang yang menyukai keindahan dan kelembutan.” Begitu tutur Ben menjelaskan Filosofi dari kopi tubruk. Disini bagaimana pemaparan dari Ben merupakan motif dari komunikasi yang menjelaskan kepada penonton bahwa kopi bukan hanya penghilang dahaga saja, tetapi juga kaya akan makna.
            Dalam film ini juga melihatkan bagaimana budaya kopi di Indonesia masih sangat kental. Hal ini terlihat dari banyaknya pelanggan di kedai filosofi kopi, dan juga mempopulerkan kopi Indonesia di kanca luar negeri. Hal ini dinyatakan ketika El  mengungkapkan bahwa kopi di Indonesia merupakan biji kopi terbaik di dunia. dan  Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar nomor tiga di dunia dibawah Brazil dengan 2000 dan Vietnam 1600, sedangkan Produkttifitas kopi di Indonesia menembus angka 700, dan di perkirakan akan terus meningkat.
            Perbedaan motif komunikasi dapat menimbulkan konflik, hal ini terlihat dari perdebatan panjang antara Ben dan Jody. Dimana motif komunikasi dari Ben adalah agar kedai “Filosofi Kopi” lebih mengutamakan kenikamtan kopi dari pada keuntungan ekonomi semata. Tetapi motif komunikasi dari Jody malah sebaliknya, yaitu lebih mengutamakan keuntungan dari pada kenikmatan dari kopi. Dalam permasalahan itu juga berkaitan dengan teori yang di kemukakan oleh Carl I. Hovland bahwa “komunikasi adalah proses yang memungkinkan seorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan).”  Tetapi pada akhirnya Ben harus mengalah dalam perdebadan dengan Jody karena pada dasarnya mereka memiliki field of experience/bidang pengalaman dan frame of refence/ kerangkaan acuan yang sama. Dimana Ben dan Jody sekolah di luar negeri menggunakan uang Ayah Jody, sehingga motif dari Ben yang lebih mengutamakan cita rasa kopi harus di kesampingkan, karena Ayah jody lah yang membayarkan Ben sekolah, dan Ben merasa bertanggung jawab atas hutang Ayah Jody.
            Ketika Ben dan Jody dihadapkan pada tantangan untuk membuat kopi terbaik di Jakarta maupun Indonesia, dan akan dibayar 100 juta kalau ia menang, ternyata hal tertuga malah keluar dari mulut Ben, ia menantang Pak Hadi Surya sebagai investor agar menaikan tantang menjadi 1 miliyar. Kalau Ben dan Jody menang ia menerima uang 1 milyar dan dapat melunasi utang Ayah Jody, tapi seandainya kalau ia kalah malah sebaliknya, Itu akan menjadi bumerang yang akan membebani mereka, tetapi dengan keyakinan Ben untuk membuat kopi terbaik di Indonesia, pada akhirnya membuat Jody terpengaruh dengan Ben, dan yakin bahwa ia akan membuat kopi terbaik di Indonesia. Keberanian dan kenekatan Ben berusaha membuktikan bahwa keputusannya, merupakan suatu yang benar.
            Motif selanjutnya dari film “Filosofi Kopi” ialah dimana penonton di ajak memasuki kedalam suasana persahabatan yang erat antara Ben dan Jody walau dilain sisi mereka sering berbeda pendapat. Hal ini terlihat ketika percakapan antara Jody dan Je. Dimana Jody meminta tolong kepada Je agar menggadaikan sertifikat kedai kopinya. Tetapi karena gagal menggadaikan serifikat kedai “filosofi kopi”, Je meminta Jody untuk bekerja kepada orang lain dan menjual kedai kopinnya. Tetapi Jodi karena merasa kasihan dengan Ben, Jody memutuskan tidak menjual kedai kopi tersebut dan mempertahankannya. Terlihat bagaiamana Jody masih terikat pada “romansa masa lalu”.
            Pada saat Ben menghirup secangkir kopi dan memperhatikan satu keluarga yang dimana ayah dan sang anak sedang asyik bermain kembang api, disitu raut wajah Ben berubah sedih, karena pengalaman pahit yang ia dapatkan dari ayahnya pada masa lalu. Ia terpaksa meninggalkan Ayahnya pada umur 12 tahun karena sang ayah melarangnya untuk membuat kopi lagi, dan makna tersiratnya dari air muka Ben, adalah ia merasa iri kepada keluarga yang harmonis, karena ia tak pernah merasakan kehangatan keluarganya ketika ibunya telah tiada. Motif komunikasi
            Pada saat seorang abg menanyakan pasword wifii kepada Jody, dan Jody menjawab bahwa di kedai “filosofi kopi” tidak ada wifii, dan abg tersebut memilih tidak membeli kopi tersebut karena tidak ada wifii. Hal ini terlihat bagaimana penonton diperlihatkan suatu fenomena , dimana sekolompok abg tersebut tidak lagi menjadikan kenikmatan kopi sebagai daya tarik, tapi teralih kepada sebuah fasilitas yang di sajikan di kedai tersebut, seperti wifii. Dan setelah peristiwa tersebut Jody terpengaruh oleh komunikasi yang di sampaikan abg tersebut, dan Jody meminta saran kepada Ben agar kedai filosofi kopi di pasangkan wifii agar menaikan bajet 2 kali lipat. Tetapi Ben menolak karena masih terikat budaya lama.
            Pada suatu hari Jody didatangi oleh El yang sedang riset untuk membuat buku tenatng kopi. Jody menjelaskan bahwa kopi yang di buat Ben merupakan kopi yang sempurna dan terbaik di Indonesia, ternyata itu di bantah oleh El yang telah berkeliling Indonesia untuk menikmati kopi. El menyatakan bahwa kopi tiwus lah yang paling enak yang pernah ia rasakan, hal itu membuat Ben marah karena hasil kerja kerasnya di anggap remeh. Setelah melihat kredibel dari El ia percaya bahwa El tidak berbohong, dan jody ingin menemui Pak Seno yang dikatakan El. Dan sebagai barista di filosofi kopi Ben harus juga pergi ketempat pak seno, tetapi Ben menolak untuk pergi ketempat Pak seno, karena ia memiliki trauma terhadap kebun kopi. Pasalnya pada saat kecil Ben pernah melihat ayahnya yang di pukuli oknum, karena menolak perkebunan kopinya diganti dengan sawit. Pada suatu kejadian Na yang menjadi pekerja di filosofi kopi menjatuhkan biji kopi, ternyata hal itu di sebabkan oleh suaminya yang kecelakaan dan diarawat di rumah sakit. Hal itu melecut Ben untuk melawan traumannya agar filosofi kopi dapat bertahan dan dapat membantu suaminya Na. Hal itu terlihat bagaimana sang sutradara membawa penonton terhanyut dalam solidaritas antar pekerja.
            Awal proses pembentukan konsep-diri sangat dipengaruhi  oleh siapapun yang mengasuh kita pertama kali. Pada umumnya adalah keluarga keluarga dan orang-orang yang berada disekitar kita, mereka ini disebut sebagai significant other. Hal ini terlihat dari diri Ben, ia terlahir dan tumbuh pada keluarga petani kopi, sehingga mempengaruhi diri Ben. Sejak kecil ia telah teropsesi dengan namanya kopi, dan ia ingin menjadi yang terbaik.  Ben berani mengambil resiko demi opsesinya, ia meninggalkan keluarganya demi sesuatu yang ia anggap benar, dan pada akhirnya itu terbukti.
            Mendengar perkataan dari El bahwa kopi pak seno merupakan kopi terbaik yang pernah yang ia minum membuat Ben naik pitam, ditambah Jody yang menyatakan hal yang sama. Dengan nada tinggi Ben meminta penjelasan kepada Pak Seno cara pembuatan kopi tiwus dari awal sampai akhir, dan ia berani sanggup membayar berapa yang dimintak Pak Seno untuk rahasia kopinya. Pak Seno menjelaskan bahwa kopinya tidak memiliki rahasia tapi Pak Seno menanam kopi dengan penuh kasih sayang, seperti hal manusia ataupun hewan. Sehingga kopi yang dihasilkan juga maksimal. Hal ini dimana motif  komunikasi dari tokoh Pak Seno ialah menjaga lingkungan dengan penuh kasih sayang, karena mereka juga makhluk hidup sama halnya dengan manusia. 
            Pada saat pertemuan dengan Pak seno, Jody bertanya kenapa kopi ini dinamakan tiwus ?, dan pak seno menjawab bahwa tiwus itu adalah nama dari anaknya yang telah meninggal. Permulaannya ketika Pak Seno dan Istrinya memutuskan untuk pindah kedesa yang ia tepati sekarang, Tiwus menolak hal tersebut karena cintanya kepada desa yang ia tepati waktu itu, ternyata perkataan Tiwus benar setelah Keluarga Pak Seno pindah ke desa sekarang yang ia tepati terjadi wabah penyakit yang membuat Tiwus meninggal, dan Pak Seno sangat menyesal dengan keputusannya, dan ia ingin minta maaf kepada Tiwus karena keputusannya anaknya meninggal. Hal ini membuktikan bahwa orang tua tidaklah selalu sempurna, dan juga harus mendengarkan perkataan anaknya. Mendengar kejadian tersebut Jody, Ben, dan El  merasa sedih, karena kejadian tersebut tidaklah baru bagi mereka. Mereka menyesal karena ketidak mengertian mereka terhadap orang tua mereka, karena orang tua tidak sempurna.
            Ben bertahun-tahun mempelajari tentang kopi, dan telah menempa ilmu sampai keluar negeri. Berhari-hari ia riset untuk menghasilkan kopi yang sempurna, dan semua kerja kerasnya berminggu-minggu mengahasilkan secangkir kopi yang ia beri nama perfekto. Kopi ini dibuat dari biji kualitas tinggi dan di olah melalui ketelitian tinggi untuk menghasilkan kopi yang sempurna. Ternyata barista yang telah membuana keluar negeri di kalahkan oleh pembuat kopi di desa, yang bernama Pak Seno. Penyebab kekalahan Ben dari Pak Seno adalah Ben hanya membuat kopi untuk opsesi, sedangkan Pak Seno membuat kopi dengan cinta. Biji kopi yang berharga mahalpun tidak ada duanya dengan biji kopi pak tiwus, karena biji kopi Pak Tiwus ditanam dengan cinta, seperti cintanya kepada Tiwus anaknya. Semua yang dilakukan dengan hati akan menghasilkan hasil yang masksimal.
            Sekarang uang sekarang bisa menjadi perwakilan dari kata-kata, ingin terlihat dari bagaimana Ben melampiaskan kekalahannya dengan memberi uang kepada Pak Seno. Tetapi Pak Seno menolaknya, karena ia membuat kopi bukan untuk uang, tetapi karena ia mencintainya, Semuanya tidak bisa di beli dengan uang. Karena kejadian tersebut mensadarkan Ben bahwa uang bukanlah landasan utama untuk membuat kopi, tetapi ada unsur yang lebih kuat yaitu kecintaannya dengan kopi. Setelah kejadian tersebut Ben memutuskan untuk pensiun menjadi barista, setelah memenangkan taruhan dengan investor tersebut. Dan ia memutuskan untuk hidup dengan ayahnya.
            Ben kembali kekampung halamannya, dan ia kembali bertemu dengan ayahnya. Ternyata disana ia menemukan kebenaran yang sebenarnya, kenapa ayahnya dulu melarang keras Ben membuat kopi yang merupakan fashion nya. Pesan yang berada di tangan ibu Ben menjelaskan seluruhnya“Kalau tidak berhenti, anakmu juga mati”. Sehingga ayah Ben harus melarang anaknya untuk membuat kopi, untuk mencegah anaknya dari bahaya.  Tetapi dulu ayahnya tidak pernah menjelaskan kepada Ben perihal tersebut, sehingga terjadi kesalahan makna dari Ben, yang mengartikan tindakan ayahnya. Seoarang ayah dengan tulus merelakan anaknya pergi untuk menggapi tujuannya, walau ia harus kembali hidup sendirian, karena pada hakikatnya orang tua bahagia melihat anaknya bahagia, walaupun ia tidak lagi bersamanya. Tetapi yang perlu Ben ingat bahwa ia memiliki tempat untuk ia pulang begitu pesan ayah ben.

Sesempurnannya kopi pasti tetap memiliki rasa pahitnya, dalam hal ini pesan moral yang tergantung adalah dimana kesempurnaan itu tidak lah bisa, tetapi dengan hati yang tulus dan kerja keras maka hasil yang maksimal akan didapatkan. 

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad