Merosotnya Moral Mahasiswa: Identitas Sebagai Bangsa Indonesia Menu Sejarah Manusia

"Perhatikan Masa Lalu mu, untuk hari esok mu"

Post Top Ad

Wednesday, 28 September 2016

Merosotnya Moral Mahasiswa: Identitas Sebagai Bangsa Indonesia


Merosotnya moral mahasiswa di Indonesia merupakan rahasia umum. Dimana dari tahun-ketahun terjadi peningkatan kriminalitas di kalangan mahasiswa. Sehingga permasalahan harus ini harus di pangkas sampai ke akarnya. Penulis mengangkat tema moral mahasiswa: mengenal identitas sebagai bangsa Indonesia karena suatu bangsa yang tidak mengenal identitasnya seperti memasak bom waktu yang akan hancur sewaktu-waktu. Mengenal identitas kita sebagai putra dari ibu pertiwi merupakan hal yang wajib. Sebab kita sebagai bangsa Indonesia khususnya para mahasiswa yang akan menjadi agen of change harus mengenal siapa diri kita sebenarnya, sebab dengan mengenal jati diri akan lahir sikap cinta tanah air. Sehingga terbentuklah mahasiswa yang bermoral dan berbudaya.
Penulis mengutip perkataan Sanusi (1948) dalam bukunya sejarah Indonesia untuk Sekolah menengah.
“Orang Indonesia belum sadar, bahwa mereka sebangsa.”


Anand krishna (2005) mengatakan bahwa bangsa Indonesia sejak zaman dahulu telah memiliki budaya dan peradaban yang tinggi. Oleh karena itu tak salah kiranya kalau kita Putra dan Putri Indonesia belajar dari sejarah masa lalu indonesia. Belajar dimana Nusantara mencapai masa emasnya pada zaman Majapahit, dimana bangsa ini memiliki harga diri dan sejajar dengan bangsa adidaya. Oleh karena itu kembalilah kepangkuan Bundo Kanduang yang melahirkan kita semua, Ibu yang bukan saja Jawa, bukan saja Minang, bukan saja Batak, bukan saja Papua, bukan saja Sunda, bukan saja Dayak, tapi Ibu yang segalanya.
Bila kita menoleh ke dalam diri, apa saja yang kita temukan?
Pertama: Hingga abad XIV Masehi atau abad VIII Hijriah, kepulauan Nusantara bersama apa yang sekarang disebut anak Benua India,  termasuk Pakistan, Bangladesh dan beberapa negara lain, disebut Hind atau Hindustan oleh para sejarawan Arab. Zaman itu, istilah-istilah Hind, Hindu dan Hindustan digunakan untuk menunjuk sebuah Wilayah Peradaban, tidak dikaitkan dengan agama tertentu. Para sejarawan yang hingga kini menganggap Hindu sebagai agama yang datang dari apa yang sekarang disebut India. Sesungguhnya melakukan kesalahan fatal dalam hal penafsiran sejarah Budaya Asal Nusantara. Sekali saya tekankan bahwa pada zaman itu Hindu tidak pernah digunakan dalam konteks agama tertentu. Negarakertagama, tidak ada istilah Hindu di dalamnya. Mpu Tantular tidak menyebut Hindu. Yang disebutnya adalah ajaran Shiva dan Budha. Kepuluan Nusantara tidak mengimpor agama atau budaya Hindu, apapun sebutannya dari luar wilayah.
Pernyataan dari Dr. Andarik Purwasito, DEA (2002) yang berjudul Imejeri India ia mengungkapkan.
Halaman 4: “Indonesia sendiri adalah bagian dari wilayah budaya yang menyatu dengan India.”
Halaman 6-8: “Diisyaratkan oleh Gabriel Ferrand bahwa hubungan kedua bangsa justu ratusan sebelum masehi. Jika hal ini dihubungkan dengan koleksi fosil-fosil purba yang dimiliki oleh Raden Saleh, yang kemudian dianalisis oleh Professor K. Martin (1860), maka orang boleh percaya bahwa hasil temuan Fosil tersebut menunjukan adanya hubungan dengan Sivalik Hills di India Utara dengan Indonesia.”
Itu berarti bahwa jauh sebeluum geografis terbentuk seperti pada abad milioner, ribuan tahun yang lalu, kedua bangsa di percaya tinggal dalam benua yang sama. Jadi mereka satu kesatuan geografis.
Kedua: sebelum masuknya agama-agama, termasuk apa yang umumnya disebut agama-agama Samawi Islam dan Kristen, kita sudah memiliki budaya yang tinggi dan penuh toleransi.


Kita bukanlah orang-orang jahiliyah, yang baru mengenal peradaban setelah masuknya agama tertentu. Rasanya, penguasa Arab zaman itupun memahami dan menghargai peradaban kita. Tidak ada upaya untuk mengagamakan kita. Mereka berinteraksi dengan kita atas dasar kesataraan. Bahkan, barangkali mereka juga bisa menerima seorang Raja dengan latar belakang kepercayaan yang beda sebagai saudara dalam islam. Bila memang itu yang terjadi , maka pemahaman bangsa Arab zaman itu, tentang agama dan hidup keagamaan perlu kita saluti. Mereka telah menemukan esensi agama, mereka menerima Islam sebagai Hakikat dari segala macam kepercayaan yang berbeda. Islam sebgai intisari.
Dalam buku Anand Krishna dalam bukunya Haqq Maoujud dan Bagimu Ibu Peritiwi mengungkapkan.
Ketiga: Dinasti-dinasti Sriwijaya dan Singasari yang kemudian mejelma menjadi Majapahit dapat bertahan hingga sekian abad, karena kita dipersatukan oleh ikatan budaya dan peradaban. Di zaman itupun banyak keprcayaan–kepercayaan yang berkembang di kepulauan kita. Ada shiva, ada ajaran Budha; ada Mazhab Theravada , ada Mazhab Mahayana dan Tantrayana – tak terhitung jumlah mereka. Namun walaupun berbeda tetapi kita tetap bersatu. Dan yang mempersatukan kita bukanlah kepercayaan-keprcayaan yang beda itu, tapi budaya dan Peradaban Yang Satu. Maka sudah saatnya kita belajar dari masa lalu.
Jadi marilah kita sebagai putra dan putri bangsa Indonesia mengenal kembali identitas kita sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang berbudaya dan berperadaban. Kita harus kembali sadar bahwa kita satu ibu. Kita harus kembali sadar bahwa kita satu darah, dan kita harus kembali membela dan berjuang demi bangsa Indonesia. Karena itu para mahasiswa buatlah bangga bangsamu, buatlah ia berada dipuncak kejayaan. Oleh karena itu mahasiswa jadilah manusia yang bermoral dan mempunyai jati diri.

“Indonesia Muda harus mengingatkan bahwa Indonesia Indonesia Muda harus mengingatkan bahwa Indonesia yang siang malam melahirkan yang baru akan dapat sejajar dengan negeri-negeri di dunia. Bukan Indonesia musium barang kuno.” (Achdiat K. Mihardja)

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad