"Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seprti burung gagak ini, sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku?" (QS Al Maidah:31)
Tidak pernah terpikir dalam benak Qabil untuk membunuh Habil, saudaranya sendiri. Namun, keserakahan manusia tidak pernah berhenti mebisikan niat-niat jahat.
Dalam buku tafsir Al Baghawi dan Fath Al Qadir disebutkan, Qabil ditakdirkan lahir dengan saudari kembarnya (Iqlima) yang cantik. Sedangkan Habil lahir dengan saudarinya (Oiyusa) yang kalah cantik dan menarik daripada saudari kembar Qabil. Namun, Nabi Adam as, menghendaki pernikahan silang antara mereka. Habil dijodohkan dengan saudari kembar QWabil yang cantik, sedangkan Qabil dijodohkan dengan saudari kembar Habil yang kurang cantik.
Pernikahan silang itu jelas mendapat pertentangan Qabil. Dia tidak sudi melepaskan saudari kembarnya dinikahi Habil. "Ini tidak adul," cetusnya.
Padahal, Qabil mengetahui hukum perintah itu. Namun, dengan angkuh ia menolak ketetapan itu dan menuntut haknya, menurutnya, yaitu menikahi saudari kembarnya sendiri.
Habil bukan berarti tidak ingin melepas saudari kembar Qabil. Akan tetap, hukum Tuhan tetap hukum yang wajib ditaati meski harus menanggung risiko. Qabil diberi kesempatan untuk melihat siapa yang berhak memiliki saudari kembarinya, dia atau Habil.
"Berkurbanlah! Siapa yang diterima kurbannya, dialah yang berhak menikahinya," seru Nabi Adam as kepada kedua anaknya.
Keduanya pun berkurban. Kurban Habil diterima karena ketakwaan dan keikhlasannya. Sedangkan kurban Qabil ditolak karena ia berkurban demi mengikuti hawa nafsu belaka.
Qabil tetap menolak keputusan itu. Dia melakukan dua kali penolakan: menolak syariat pernikahan dan menolak hasil persembahan kurban. Dia merasa harga dirinya terhina. Oleh karenanya, dia berniat Habil, saudaranya yang penyabar. "Akan kubunuh engkau, Habil," tegasnya.
"Jika engkau, wahai saudaraku, benar-benar ingin membunuhku, aku tidak akan melawan. Aku takut kepada Allah," jawab Habil.
Dia tidak melawan, meskipun mempunyai kekuatan untuk menjaga diri, karena takut murka Allah. Sementara Qabil yang telah dikuasai hawa nafsu setan, tidak takut akan murkan Allah sehingga terdorong untuk membunuh saudaranya dengan cara apa pun.
"Saya tidak akan melawan, wahai saudaraku, karena engkau akan kembali menghadap Allah dengan memikul dosamu ini (membunuhku) dan dosa-dosau sebelumnya, sehingga engkau pun tercatat sebagai penghuni neraka. Itulah balasan orang-orang yang zalim," ucap Habil.
Dengan bahasa yang santun, Habil berusaha menyadarkan saudaranya. Namun, Qabil tidak dapat menarik niat busuknya. Dia tunduk pada desir-desir hatinya untuk membunuh Habil tanpa iba.
Tetes dara pertama anak manusia pun tumpah. Qabil menyesal dan menyadari dirinya telah melampaui batas. Namun, satu detik yang lalu tidak dapat diundur kembali dan yang terjadi kemarin tidak dapat dihapus lagi.
Karena pembunuhan ini terhitung kejahatan pertama anak manusia, Qabil tidak tahu ara menghilangkan jejak Habil sehingga tidak tercium oleh Nabi Adam as dan saudara-saudaranya.
Namun Allah SWT mengajairnya melalui burung gagak. Di depan Qabil, tampak seekor burung gagak sedeng menggali tanah dengan paruh dan kuku-kuku kakinya yang tajam. Dia seperti mengajari Qabil--yang diliputi kesemasan dan kebingungan--cara terbaik mengubur saudaranya.
"Celakalah aku! Apakah aku sebodoh ini sehingga tidak bisa seperti burung gagak itu yang dengan tangkas mengais tanah sehingga aku dapat menguburkan saudaraku," ucap Qabil. Satu persatu prosesi penguburan dijalani Qabil. Setiap prosesi membisikakan rasa penyesalan yang tidak dapat dihindari seperti yang diabadikan dalam Quran Surat Al Maidah: 31, di atas.
Karena itu, agar kejadian ini tidak terulang lagi, Allah SWT mengingatkan Bani Israil kala itu dengan sebuah pegangan hidup yang kuat, barang siapa yang membunuh satu jiwa manusia bukan karena hukum qishash (dibunuh karena terbukti membunuh), ia seperti membunuh semua manusia. dan barang siapa yang menyelamatkan satu jiwa, ia seperti menyelamatkan seluruh jiwa.
Ya, selintas qishash terlihat kejam dan tidak berperikemanusiaan. Namun, sesungguhnya qishash adalah jalan keselamatan bagi umat manusia. Dengan qishash, orang akan takut melakukan pembunuhan sehingga dengan sendirinya jiwa-jiwa manusia berada dalam kedamaian.
Meskipun Alquran telah mengingatkan umat manusia akan pegangan hidup tersebut, tetap saja kejahatan yang terjadi, saat ini, seperti jamur yang tumbuh subur di musim hujan. Karena itu, bukan hanya Qabil yang diabadikan dalam ayat-ayat penyesalan, para pengikutnya di kemudian hari pun terekam sebagai umat yang menyesali perbuatan mereka di balik penjara penyesalan.
Kisah pembunuhan Habiil, noktah merah sejarah manusia ini dapat dibaca pada buku berjudul 'Andai Aku Hidup Sekali Lagi' karaya Muhammad WIdus Sempo yang diteribitkan oleh Mizania. Di akhir kisah Qabil dan Habil ini, mari kita merenungkan sebuah pelajaran hidup yakni bila ingin menghidupkan jiwa, maka jangan nodai kesucian dan keselamatan diri.
No comments:
Post a Comment