Kompyang, mungkin terdengar asing di telinga masyarakat luas. Uniknya makanan ini diciptakan sebagai salah satu strategi perang oleh tentara China, lebih tepatnya saat peperangan Jepang melawan China. Pada saat itu, Qi Jiguang yang memimpin pasukan China tersadar, saat Jepang beberapa kali memenangkan pertempuran dan diduga karena berhasil melacak keberedaan mereka dengan mengikuti aroma makanan yang dibuat oleh para pasukan China. Lantas pikiran itu membawa Qi Jiguang untuk membuat makanan yang sekiranya aroma dari makanan tersebut tak tercium oleh pasukan Jepang. Jepang sendiri memiliki makanan bernama Onigiri, dan aroma dari makanan ini susah terdeteksi. Singkat cerita, peperangan yang terjadi pada tahun 1562 di Fujian itu dimenangkan oleh pasukan China berkat strategi cermat Qi Jiguang. Untuk mengenang kemenangn pasukan Qi Jiguang, makanan tersebut diberi nama Guang Bing atau Guang Biang oleh masyarakat Tionghoa, dan dalam dialek Jian’Ou di negara kita makanan ini dinamakan Kompyang atau Kompia.
Kompyang sendiri masuk ke Indonesia saat para pedagang China mengadakan hubungan dagang dengan bangsa Indonesia. Saat itu pula kompyang mulai dikenal oleh masyarakat dan dengan cepat menyebar ke beberapa daerah di Indonesia. Namun, keberadaan makanan ini tak seawet seperti ketahanannya bila disimpan dalam kaleng selama satu bulan lebih. Karena pada era yang dikatakan sebagai “zaman untuk mengenal segalanya” ini, masyarakat pun mulai mengalihkan pandangan mereka terhadap makanan-makanan seperti kompyang. Masyarakat pada era ini khususnya remaja-remaja yang mendominasi sebagai kaum konsumen malah tidak banyak mengetahui tentang kompyang, bahkan dari beberapa pengetahuan remaja keturunan Tionghoa pun kompyang telah terdengar asing. Kota-kota seperti Surabaya, Solo, Semarang adalah segelintir kota yang masih giat memasarkan makanan tradisional ini. Terkait budaya Tionghoa yang sudah lama akrab bersama budaya Indonesia, sehingga masyarakat pribumi pun ikut serta dalam melestarikannya. Contoh adanya pengusaha-pengusaha keturunan Indonesia yang menjadikan makanan ini sebagai bahan dagang mereka.
Dalam perkembangannya, makanan ini tidak banyak berubah atau pun berinovasi saat berada di dunia pemasaran. Hal ini tidak menyurutkan para penggemar kompyang untuk tetap ambil peran dalam melestarikan keberadaannya. Saat ini pun, pengepul kompyang masih bisa dijumpai. Biasanya, mereka berkeliling menggunakan sepedah untuk menjajakan makanan khas Tionghoa tersebut. Bisa dinilai, makanan yang bertambah nikmat bila disajikan dengan kopi ini setidaknya dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
No comments:
Post a Comment